Selamat Datang Di Blognya Kang Sumardi>>Salam Silaturahmi untuk Kalian Semua....Mau Teks Berjalan seperti ini ? Klik

INGIN SEPERTI PAK HABIBIE





Pada kesempatan kali ini saya akan cerita sedikit tentang masa kecil saya. Masa itu adalah masa di mana saya pernah ditanya oleh guru SD saya tentang apa yang menjadi cita-cita saya. Semua orang termasuk kalian tentunya pernah mengalami hal yang sama, meski mungkin pengalamannya berbeda.

Pertanyaan tentang apa yang menjadi cita-cita kita ketika kita sekolah dulu sering ditanyakan oleh ibu/bapak guru kita di sekolah, Seperti cerita saya dulu. Ketika itu saya pernah ditanya oleh guru saya tentang apa yang menjadi cita-cita saya waktu itu.

Waktu itu saya sedang berada di ruangan kelas. Pelajaran yang sedang diajarkan adalah pelajaran matematika. Suasana di ruang kelas sangat hening waktu itu. Karena semua murid sedang mengerjakan soal ulangan harian matematika. Ketika semua murid termasuk saya pokus mengerjakan soal, tiba-tiba guru saya berkata.

"Anak-anak sebelum tugas soal ulangan hariannya diselesaikan, Bapak mau tanya dulu sama kalian," ucap guru saya.


"Bapak awali dsri Sumardi, Sumardi !  cita-cita ingin jadi apa?" Tanya guru saya.

"Ingin jadi BJ Habibie Pak," jawab saya singkat.

Guru saya tersenyum ketika mendengar jawaban polos saya. 

"Emang bisa jadi BJ Habibi?" Tanya guru saya.

"Maksudnya saya pengen jadi seperti pak Habibie, pak guru !" Jawab saya lagi.

Guru saya mendekati saya lalu menepuk bahu saya.

"Cita-citanya bagus, tapi kenapa kamu ingin seperti Pak Habibi ?'' Tanya guru saya lagi.


Sambil tersenyum saya menjawab. "Saya suka lihat di TVRI pak," katanya pak Habibi itu orangnya pintar, bisa buat kapal terbang dan katanya beliau juga kerja di Jerman pak."

Guru saya menepuk bahu saya lagi. Sambil terus tersenyum lalu pak guru berkata. "Benar sekali pak habibie itu orang cerdas, beliau juga orang hebat. Kalau kamu bercita-cita ingin seperti Pak Habibie maka nilai matematikamu harus sepuluh, harus rajin baca buku, harus tekun dan ulet ketika belajar," 

Mendengar apa yang dikatakan guru saya, saya tersenyum sambil mengangguk."iya, Pak," jawab saya. 


Setelah itu guru saya bertanya ke teman-teman saya yang lainnya secara bergiliran. Ada yang menjawab ingin jadi artis, polisi, guru, dan lain-lain.


Tapi cita-cita saya ternyata tidak tercapai, boro-boro jadi sperti pak Habibie, sekolahpun hampir saja tidak dilanjutkan ke tingkat SMP. Maklumlah saya ini terlahir dari seorang ayah dan ibu yang tidak punya. Biaya sekolah waktu itu mahal menurut ukuran orang tua saya. Sampai akhirnya ketika lulus SD saya hanya mampu melanjutkan ke SMP terbuka. Padahal saya ketika SD bisa dibilang anak berprestasi (Maaf Bukan Saya Sombong). Dari kelas satu sampai kelas enam saya selalu jadi juara kelas. Saya juga pernah ikut cerdas cermat dan mendapat juara tiga waktu itu. Saya juga pernah mengikuti "Lomojari" (Lomba Lima Bidang Setudi) tapi tidak jadi juara. hehe...

Takdir mengantarkan saya ke tempat lain. Saya yang tidak sekolah di sekolah Reguler akhirnya dititipkan oleh orang tua saya ke pesantren untuk ikut mengaji di sana.

Akhirnya saya jadi santri di sebuah Pondok Pesantren kecil di kampung sebelah tidak jauh dari kampung saya. Tiap hari saya pulang pergi pesantren, berangkat sebelum dzuhur dan pulang pukul enam pagi. Jarak pesatren dari tempat tinggal saya tidak terlalu jauh. Setiap hari saya bulak-balik rumah dan pesantren. Karena pagi-pagi saya harus mencari rumput untuk kambing peliharaan orang tua saya, jika tidak ada kegiatan untuk ke TKB (Tempat Kegiatan Belajar) SMP tebuka saat itu.

Sementara kegiatan belajar di SMP Terbuka hanya tiga hari yaitu senin, selasa dan sabtu. Selebihnya saya harus belajar mandiri. Karena waktu itu anak-anak SMP terbuka diberi banyak modul untuk belajar mandiri. Meskipun hanya sekolah di SMP Terbuka, saya tetap semangat ketika belajar. Saya baca semua buku-buku model tersebut di rumah atau di pesantren disaat ada waktu senggang. 

Saya ingin seperti pak Habibi, berarti saya harus belajar bukan harus membuat kapal begitu selanjutnya yang menjadi prinsip saya. Meski saya tidak seberuntung anak-anak lainnya yang belajar di sekolah reguler, saya tetap semangat dan terus belajar. Biarlah Tuhan yang menentukan, akan jadi apa saya dihari kemudian. Yang penting saya harus tetap belajar. Setiap hari saya ditemani buku-buku dan kitab-kitab Pesantren waktu itu.

Terkadang saya juga merasa sedih ketika melihat teman-teman waktu SD yang melanjutkan pendidikan di sekolah reguler. Saya iri kepada mereka, kenapa saya tidak seberuntung mereka? Akan tetapi, akhirnya saya sadar bahwa inilah takdir Tuhan buat saya. Inilah kisah saya, karena saya tak akan pernah menjadi Habibie. Beliau adalah mimpi saya dan beliau adalah sosok yang saya kagumi. Mengagumi beliau bukan berarti harus menjadi beliau atau seperti beliau. Cukup saja saya jadikan beliau sebagai Motivator bagi saya. Saya akan tetap belajar, saya akan tetap rajin membaca, seperti apa yang disarankan oleh guru SD saya. Pepatah guru saya ini terlalu kuat dan melekat di dalam hati dan pikiran saya.

Hari ini saya dengar Pak Habibie telah berpulang. Selamat jalan Bapak Presiden, selamat jalan Bapak yang telah mengenalkan kepada kami IPTEK dan IMTAQ. Semoga Allah menempatkanmu di surga....Amiin.

Ini sedikit kisah dari ribuan kisah saya teman-teman. Karena semua orang punya kisah dan cerita masing-masing. Sebagai manusia kita adalah tokoh utama dalam novel yang Tuhan tulis untuk kita. Semoga tulisan ini bisa menjadi sebuah motivasi terutama untuk adik-adik saya dan juga untuk anak saya nanti.



"Ketika kalian berkesempatan untuk belajar, maka hargailah kesempatan itu, jangan pernah kalian sia-siakan"

"Jadilah seperti Habibie, meski kau tak mampu membuat pesawat terbang seperti beliau"



Post a Comment

2 Comments

  1. cita-citanya besar Kak, dan gue pikir meski cita-citanya belum kesampaian tapi tekad kuat Kakak untuk selalu mengupayakan yang terbaik, menjadi inspirasi buat orang yang mendengar/membaca cerita Kakak.

    lanjutkan Kak

    ReplyDelete